Jam Duduk
jual jam duduk unik
Cari Blog Ini
Sabtu, 06 Agustus 2016
Senin, 24 September 2012
Asal Mula Wayang Gol
Banyak
yang menyangka bahwa seni wayang golek berasal dari India. Namun, dalam
buku pengenalan wayang golek purwa di Jawa Barat, R. Gunawan
Djajakusumah membantah hal ini. Menurut beliau wayang golek adalah
budaya asli yang dikembangkan masyarakat Indonesia. Mungkin saja
didalamnya ada akulturasi dengan pengaruh budaya lain.
Perkataan wayang berasal dari “wad an hyang”. Artinya leluhur. Akan tetapi ada juga yang berpendapatan yaitu dari kata “boyangan", mereka yang berpendapatan bahwa wayang berasal dari India, nampaknya melihat dari asal ceritanya yaitu mengambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata berasal dari kitab suci Hindu, tetapi selanjutnya cerita-cerita itu diubah dan disesuaikan dengan kebudayaan Jawa.
Kehadiran wayang golek tidak dapat dipisahkan dari wayang kulit karena wayang golek merupakan perkembangan dari wayang kulit. Namun, Salmun (1986) menyebutkan bahwa pada tahun 1583 masehi Sunan Kudus membuat wayang dari kayu yang kemudian disebut wayang golek yang dapat dipentaskan pada siang hari. Sejalan dengan itu Ismunandar (1988) menyebutkan bahwa pada awal abad ke-16 Sunan Kudus membuat bangunan wayang purwa sejumlah 7 buah dengan menarik cerita menarik yang diiringi gamelan salendro. Pertunjukannya dilakukan pada siang hari. Wayang ini tidak memerlukan kelir. Bentuknya menyeruai boneka yang terbuat dari kayu, bukan dari kulit sebagaimana halnya wayang kulit. Jadi seperti wayang golek oleh karena itu disebut sebagai wayang golek.
Pada mulanya yang dilakonkan dalam wayang golek adalah cerita panji dan wayangnya disebut wayang golek menak. Konon wayang golek ini ada sejak masa Panembahan Ratu Cicin Sunan Gunungjati (1540-1640). Disana didaerah Cirebon disebut wayang golek papak atau wayang cepak karena bentuk kepalanya datar. Pda jaman Pangeran Girilaya (1650-1662) wayang cepak dilengkapi dengan cerita yang diambil dari babad dan sejarah tanah Jawa. Lakon-lokn yang dibawakan waktu itu berkisar pada penyebaran agama Islam. Selanjutnya, wayang golek dengan lakon Ramayana dan Mahabarata (wayang golek purwa) yang lahir pada 1840 (Sumatri, 1988).
Kelahiran wayang golek diprakarsai oleh Dalem Karangayar (Wiranta Koesoemah III) pada masa akhir jabatannya. Waktu itu Dalem memerintahkan Ki Darman (penyungging wayangkulit asal Tegal) yang tinggal di Cibiru Ujungberung untuk membuat wayang dari kayu. Bentuk wayang yang dibuatnya semula berbentuk gepeng dan berpola pada wayang kulit.
Namun, pada perkembangan selanjutnya atas anjuran Dalam Ki Darman membuat wayang golek yang tidak jauh berbeda dengan wayang golek sekarang. Di daerah Priangan sendiri dikenal pada awal abad ke-19. Perkenalan masyarakat Sunda dengan wayang golek dimungkinkan sejak dibukanya jalan raya Daendels yang menguhubungan daerah pantai dengan Priangan yang bergunung-gunung. Semula wayang golek di Priangan menggunakan bahasa Jawa namun setelah orang Sunda pandai mendalang bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda.
Wayang golek terbuat dari albasiah atau lame. Cara pembuatannya adalah dengan meraut dan mengukirnya, sehingga menyerupai bentuk yang diinginkan. Untuk mewarnai dan menggambar mata, alis, bibir dan motif dikepala wayang, digunakan cat duko. Cat ini wayang menjadi lebih cerah. Pewarnaan wayang merupakan bagian penting karena dapat menghasilkan berbagai karakter tokoh. Adapun warna dasar yang digunakan dalam wayang ada 4 yaitu: merah, putih, prada, dan hitam.
Wayang golek sebagai suatu kesenian tidak hanya mengandung nilai estetika semata, tetapi meliputi keseluruhan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu disosialisasikan oleh para seniman dan seniwati pedalangan yang mengembangkan kode etik pedalangan. Kode etik pedalangan tersebut dinamakan “sapta sila kehormatan seniman seniwati pedalangan Jawa Barat”. Rumusan kode etik pedalangan tersebut merupakan hasil musyawarah para seniman seniwati pedalangan pada tanggal 28 Ferbuari 1964 di Bandung.
Sumber: Tim Citizen Journalist (Cecep Heryadi, Usman S., Adbi Halim, Tepi M/dari berbagai sumber) Pikiran Rakyat
Perkataan wayang berasal dari “wad an hyang”. Artinya leluhur. Akan tetapi ada juga yang berpendapatan yaitu dari kata “boyangan", mereka yang berpendapatan bahwa wayang berasal dari India, nampaknya melihat dari asal ceritanya yaitu mengambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata berasal dari kitab suci Hindu, tetapi selanjutnya cerita-cerita itu diubah dan disesuaikan dengan kebudayaan Jawa.
Kehadiran wayang golek tidak dapat dipisahkan dari wayang kulit karena wayang golek merupakan perkembangan dari wayang kulit. Namun, Salmun (1986) menyebutkan bahwa pada tahun 1583 masehi Sunan Kudus membuat wayang dari kayu yang kemudian disebut wayang golek yang dapat dipentaskan pada siang hari. Sejalan dengan itu Ismunandar (1988) menyebutkan bahwa pada awal abad ke-16 Sunan Kudus membuat bangunan wayang purwa sejumlah 7 buah dengan menarik cerita menarik yang diiringi gamelan salendro. Pertunjukannya dilakukan pada siang hari. Wayang ini tidak memerlukan kelir. Bentuknya menyeruai boneka yang terbuat dari kayu, bukan dari kulit sebagaimana halnya wayang kulit. Jadi seperti wayang golek oleh karena itu disebut sebagai wayang golek.
Pada mulanya yang dilakonkan dalam wayang golek adalah cerita panji dan wayangnya disebut wayang golek menak. Konon wayang golek ini ada sejak masa Panembahan Ratu Cicin Sunan Gunungjati (1540-1640). Disana didaerah Cirebon disebut wayang golek papak atau wayang cepak karena bentuk kepalanya datar. Pda jaman Pangeran Girilaya (1650-1662) wayang cepak dilengkapi dengan cerita yang diambil dari babad dan sejarah tanah Jawa. Lakon-lokn yang dibawakan waktu itu berkisar pada penyebaran agama Islam. Selanjutnya, wayang golek dengan lakon Ramayana dan Mahabarata (wayang golek purwa) yang lahir pada 1840 (Sumatri, 1988).
Kelahiran wayang golek diprakarsai oleh Dalem Karangayar (Wiranta Koesoemah III) pada masa akhir jabatannya. Waktu itu Dalem memerintahkan Ki Darman (penyungging wayangkulit asal Tegal) yang tinggal di Cibiru Ujungberung untuk membuat wayang dari kayu. Bentuk wayang yang dibuatnya semula berbentuk gepeng dan berpola pada wayang kulit.
Namun, pada perkembangan selanjutnya atas anjuran Dalam Ki Darman membuat wayang golek yang tidak jauh berbeda dengan wayang golek sekarang. Di daerah Priangan sendiri dikenal pada awal abad ke-19. Perkenalan masyarakat Sunda dengan wayang golek dimungkinkan sejak dibukanya jalan raya Daendels yang menguhubungan daerah pantai dengan Priangan yang bergunung-gunung. Semula wayang golek di Priangan menggunakan bahasa Jawa namun setelah orang Sunda pandai mendalang bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda.
Wayang golek terbuat dari albasiah atau lame. Cara pembuatannya adalah dengan meraut dan mengukirnya, sehingga menyerupai bentuk yang diinginkan. Untuk mewarnai dan menggambar mata, alis, bibir dan motif dikepala wayang, digunakan cat duko. Cat ini wayang menjadi lebih cerah. Pewarnaan wayang merupakan bagian penting karena dapat menghasilkan berbagai karakter tokoh. Adapun warna dasar yang digunakan dalam wayang ada 4 yaitu: merah, putih, prada, dan hitam.
Wayang golek sebagai suatu kesenian tidak hanya mengandung nilai estetika semata, tetapi meliputi keseluruhan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu disosialisasikan oleh para seniman dan seniwati pedalangan yang mengembangkan kode etik pedalangan. Kode etik pedalangan tersebut dinamakan “sapta sila kehormatan seniman seniwati pedalangan Jawa Barat”. Rumusan kode etik pedalangan tersebut merupakan hasil musyawarah para seniman seniwati pedalangan pada tanggal 28 Ferbuari 1964 di Bandung.
Sumber: Tim Citizen Journalist (Cecep Heryadi, Usman S., Adbi Halim, Tepi M/dari berbagai sumber) Pikiran Rakyat
Senin, 21 November 2011
KERAJAAN SAMUDERA PASAI
A. Sejarah
Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang terletak di daerah pantai timur Pulau Sumatera, tepatnya di sekitar Lhokseumawe, sekarang menjadi Provinsi Nanggro Aceh Darussalam. Kerajaan ini diperkirakan berdiri sekitar abad ke-13 M. Berdirinya kerajaan ini merupakan hasil dari proses Islamisasi di daerah sekitar pantai Sumatera oleh para pedagang dari Arab, Persia, dan India. Faktor pendukung lainnya adalah kemunduran kerajaan Sriwijaya karena menyebabkan kerajaan-kerajaan kecil seperti ini dapat berkembang. Nazimudin Al Kamil (laksmana laut dari Mesir) merupakan peletak dasar kerajaan yang dulunya hanya bertujuan untuk menguasai hasil rempah-rempah dan lada di Asia Tenggara. Raja pertama pada kerajaan ini adalah Marah Silu. Setelah bersekutu dengan Syeikh Ismail, Marah Silu dapat merebut kerajaan dan mengangkat dirinya sebagai raja dengan gelar Sultan Malikul Saleh setelah beliau masuk Islam.
Kerajaan Samudera Pasai mencapai masa keemasannya pada masa pemerintahan Sultan Malikul Saleh. Dalam masanya, kerajaan ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Bahkan kerajaan ini menjadi pusat penyebaran agama Islam. Hal tersebut didukung pula oleg banyaknya ulama dari Arab dan Gujarat yang tinggal, baik untuk belajar maupun menyebarkan agama Islam. Bahkan pada masa pemerintahannya beliau berhasil mempersatukan kerajaan Perlak dengan kerajaan Samudera pasai. Hal ini ia lakukan dengan cara menikahi Puteri Ganggang yang merupakan anak raja Kerajaan Perlak. Dengan demikian, Samudera Pasai dapat menjadi pusat perdagangan di Selat Malaka.
Ada beberapa faktor pendukung pesatnya perkembangan Samudera Pasai :
· Letak yang strategis
· Sebagai pusat perdagangan
· Pusat studi Islam.
Letak geografis yang strategis mengakibatkan Samudera Pasai terjun dalam dunia maritim. Dengan banyak bandar-bandar pelabuhan dapat digunakan sebagi tempat :
· Menambah perbejalan,
· Mengurus masalah perkapalan,
· Mengumpulkan barang dagangan yang akan dikirim ke luar,
· Menyimpan barang yang akan diantar ke daerah lain.
Dalam bidang perekonomian, Kerajaan Samudera Pasai sangat kuat, karena dapat bekerja sama dengan pelabuhan-pelabuhan besar Nusantara, khususnya dengan Malaka yang pada waktu itu menjadi pusat perdagangan internasional. Selain itu, perkembangan perekonomian Samudera Pasai juga didukung oleh hasil-hasil pertanian dari pedalaman Sumatera.
Masyarakat Samudera Pasai memiliki corak Islam yang kuat. Dalam pelaksanaannya corak masyarakatnya memiliki persamaan dengan kehidupan masyarakat di daerah Arab, sehingga Samudera Pasai dijuluki “Daerah Serambi Mekah”. Rakyatnya sudah mengenal mata uang emas.
Keadaan mulai merosot setelah meninggalnya Sultan Malik Al Saleh yang kemudian dimakamkan di kampung Samudera Mukim Blang Me. Sepeninggal Malik Al Saleh, ibu kotanya dipindahkan ke Lhokseumawe.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran Kerajaan Samudera Pasai :
· Serangan dari majapahit tahun 1339
· Munculnya Kerajaan Malaka sebagai bandar perdagangan yang letaknya lebih strategis
· Pengganti Malik Al Saleh sangat lemah
· Terjadinya perebutan kekuasaan
B. Bukti Sejarah
1. Berita dari Marco Polo yang singgah di daerah Samudera Pasai pada tahun 1292.
2. Berita dari Tome Pires dalam Summer Orienal-nya. Ia menyebutkan bahwa pada tahun 1512-1515 M, ia berkunjung ke daerah pesisir utara dan timur daerah Sumatera.
3. Berita dari Ibnu Batutah seorang musafir daro Maroko yang singgah di Samudera Pasai.
4. Nisan kubur Sultan Malik Al-Saleh yang berangka tahun 696 H/ 1297 M.
5. Naskah atau Hikayat raja-raja Pasai, karangan Hamzah Fansuri dari abad ke-15 M.
6. Nisan kubur ratu Nahrasiyah yang berangka tahun 1428 M.
7. Mata uang logam emas yaitu dirham yang mulai dibuat pada masa pemerintahan Sultan Muhammad (1297-1326 AD)
8. Nisan Na’ina Husam al-Din.
C. Raja-raja Kerajaan Samudera Pasai
1) Marah Silu yang bergelar Sultan Malikul Saleh/ Sultan Malik As Saleh (1261-1297M).
2) Sultan Mudammad Al-Zahir/ Sultan Muhammad Malik Al Taher (1297-1326 M)
3) Sultan Mahmud Malik Al Zahir (1326-1345 M)
4) Sultan Manshur Malik Al Zahir (1345-1346 M)
5) Sultan Ahmad Malik Al Zahir (1346-1338 M)
6) Sultan Zainal Abidin Malik AL Zahir (1383-1455 M)
7) Sultan Mahmud Malik Al Zahir (1455-1477 M)
8) Sultan Zainal Abidin (1477-1500 M)
9) Sultan Abdullah Malik AL Zahir (1501-1513 M)
10) Sultan Zainal Abidin (1513-1524 M).
11)
Sabtu, 01 Oktober 2011
Resensi novel layar terkembang
Pengorbanan Cinta Sejati
| ||
Judul buku
|
:
|
Layar Terkembang
|
Penulis
|
:
|
Sutan Takdir Alisjahbana
|
Penerbit
|
:
|
Balai Pustaka
|
Harga
|
:
|
Milik negara tidak dipedagangkan
|
Tebal
|
:
|
176 hlm.
|
Buku layar terkembang ini merupakan sebuah cerita roman tulisan St. Takdir Alisjahbana. Saya memilih buku dengan judul layar terkembang ini karena Dua sebab. Pertama, Cerita di dalam buku dengan judul layar terkembang ini unik dan menarik untuk di angkat. Kedua, Penulis daripada buku dengan judul layar terkembang ini merupakan penulis yang cukup terkenal dalam bidang novel, memiliki bahasa sastra dengan kedalaman batin yang khas, Serta memiliki banyak karya novel dan puisi .
Ceritanya merupakan gambaran perjuangan wanita indonesia beserta cita-citanya. Dua orang bersaudara yang mendapat pendidikan menengah memiliki parangai yang berbeda. Maria adalah seorang wanita remaja yang lincah dan periang, sedang Tuti, kakanya, selalu serius dan aktif dalam berbagai kegiatan wanita.
Ditengah-tengah dua dara jelita ini muncul Yusuf, seorang mahasiswa kedokteran, yang pada masa itu lebih dikenal dengan sebutan sekolah tabib tinggi.
Sejak pertemuannya yang pertama di gedung aquarium pasar ikan, antara Maria dan Yusuf timbul kontak batin. Setelah memalui tahap-tahap perkenalan pertemuan dengan keluarga dan kunjungan oleh Yusuf diadakanlah ikatan pertunangan. Tetapi sayang, ketika hari pernikahan, Maria jatuh sakit. Penyakinya parah, malaria dan TBC, sehingga harus di rawat di Sanatorium pacet. Tidak lama kemudian, Maria meninggal.
Sebelum ajal datang, Maria berpesan agar supaya Tuti, kakaknya, bersedia menerima Yusuf. Tuti tidak menolak dan cerita roman layar terkembang ini disudahi dengan pertunangan antara Tuti dan Yusuf.
Cerita sangat bagus sekali dan menyentuh jika kita membacanya, karena di dalam cerita ini melukiskan kasih sayang seorang adik yang merelakan cintanya demi kakanya tercinta. Maria rela memberikan cinta sejatinya(Yusuf) demi Tuti(kakaknya).
Tetapi, dalam cerita ini bahasa yang di gunakan terlalu banyak menggunakan sastra, sehingga tidak mudah untuk dimengerti. Dalam membaca buku ini kita harus menyesuaikan keadaan di sekitar kita, artinya harus dalam keadaan relax dan sunyi. Supaya kita bisa mengerti isi cerita yang sesungguhnya.
Langganan:
Postingan (Atom)